Senin, 24 Februari 2014

PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG
PEDOMAN PENYELESAIAN MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT


Menimbang : 
a. bahwa hukum tanah nasional Indonesia mengakui adanya hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang pada kenyataannya masih sebagaimana dimaksudkan dalam ketentuan Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (selanjutnya disebut Undang-undang Pokok Agraria);

b. bahwa dalam kenyataannya pada waktu ini di banyak daerah masih terdapat tanah-tanah dalam lingkungan masyarakat hukum adat yang pengurusan, penguasaan dan penggunaannya didasarkan pada ketentuan hukum adat setempat dan diakui oleh para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan sebagai tanah ulayatnya;

c. bahwa akhir-akhir ini di berbagai daerah timbul berbagai masalah mengenai hak ulayat tersebut, baik mengenai eksistensinya maupun penguasaan tanahnya;

d. bahwa sehubungan dengan itu perlu diberikan pedoman yang dapat digunakan sebagai pegangan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada dan melaksanakan urusan pertanahan pada umumnya dalam hubungannya dengan hak ulayat masyarakat hukum adat tersebut di kemudian hari;

e. bahwa pedoman tersebut perlu diberikan dalam bentuk Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Mengingat : 

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok pokok Agraria;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan;
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan;
4. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
7. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
8. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Pembentukan Kabinet Reformasi Pem-bangunan;
9. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas,Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara;




M E M U T U S K A N
Menetapkan : PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN
PERTANAHAN NASIONAL TENTANG PEDOMAN PENYELESAIAN
MASALAH HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan :

1. Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat, (untuk selanjutnya disebut hak ulayat), adalah kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan.

2. Tanah ulayat adalah bidang tanah yang diatasnya terdapat hak ulayat dari suatu masyarakat hukum adat tertentu.

3. Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

4. Daerah adalah daerah otonom yang berwenang melaksanakan urusan pertanahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

BAB II
PELAKSANAAN PENGUASAAN TANAH ULAYAT

Pasal 2

(1) Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat setempat.

(2) Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :

a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari,

b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidupnya seharihari,dan

c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga persekutuan hukum tersebut.


Pasal 3

Pelaksanaan hak ulayat masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 tidak

lagi dilakukan terhadap bidang-bidang tanah yang pada saat ditetapkannya Peraturan

Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 6 :

a. sudah dipunyai oleh perseorangan atau badan hukum dengan sesuatu hak atas tanah menurut Undang-undang Pokok Agraria;

b. merupakan bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh atau dibebaskan oleh instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku.

Pasal 4

(1) Penguasaan bidang-bidang tanah yang termasuk tanah ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 oleh perseorangan dan badan hukum dapat dilakukan :

a. oleh warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak penguasaan menurut ketentuan hukum adatnya yang berlaku, yang apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan Undang-undang Pokok Agraria;

b. oleh Instansi Pemerintah, badan hukum atau perseorangan bukan warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan dengan hak atas tanah menurut ketentuan Undang-undang Pokok Agraria berdasarkan pemberian hak dari Negara setelah tanah tersebut dilepaskan oleh masyarakat hukum adat itu atau oleh warganya sesuai dengan ketentuan dan tata cara hukum adat yang berlaku.

(2) Penglepasan tanah ulayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk keperluan pertanian dan keperluan lain yang memerlukan Hak Guna Usaha atau Hak Pakai, dapat dilakukan oleh masyarakat hukum adat dengan penyerahan penggunaan tanah untuk jangka waktu tertentu, sehingga sesudah jangka waktu itu habis, atau sesudah tanah tersebut tidak dipergunakan lagi atau diterlantarkan sehingga Hak Guna Usaha atau Hak Pakai yang bersangkutan hapus, maka penggunaan selanjutya harus dilakukan berdasarkan persetujuan baru dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan sepanjang hak ulayat masyarakat hukum adat itu masih ada sesuai ketentuan Pasal 2.

(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Hak Guna Usaha atau Hak Pakai yang diberikan oleh Negara dan perpanjangan serta pembaharuannya tidak boleh melebihi jangka waktu penggunaan tanah yang diperoleh dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan.

BAB III

PENENTUAN MASIH ADANYA HAK ULAYAT DAN PENGATURAN LEBIH LANJUT

MENGENAI TANAH ULAYAT YANG BERSANGKUTAN

Pasal 5

(1) Penelitian dan penentuan masih adanya hak ulayat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mengikut sertakan para pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang bersangkutan, Lembaga Swadaya Masyarakat dan instansi-instansi yang mengelola sumber daya alam.

(2) Keberadaan tanah ulayat masyarakat hukum adat yang masih ada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi, dan apabila memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam daftar tanah.

Pasal 6

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Pasal 5 diatur dengan Peraturan Daerah yang bersangkutan.

BAB IV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 7

Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.





Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 24 Juni 1999
Sumber: KEMENTERIAN NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Tidak ada komentar: